Ads 468x60px

Selasa, 15 April 2014

RUU Informasi & UU no 19 (Hak Cipta)

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Pengertian dalam undang-undang :
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Transaksi Elektronik adalah transaksi yang dilindungi oleh hukum dan melalui media elektronik, seperti komputer, handphone dll.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

Dan apa isi UU no 19 tentang Hak cipta.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Sejarah Hak Cipta di Indonesia Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Hak Cipta sendiri adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 19 Pasal 1 Ayat 1). Sesuai dengan keterangan diatas, Pencipta disini sebagai seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Selanjutnya, Pencipta itu pasti menciptakan Ciptaannya, Ciptaan yang dimaksud adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Untuk mendapatkan hak cipta, Pencipta dapat melakukan permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan kepada Direktorat Jenderal. Setelah mendapatkan hak cipta tersebut, Pencipta dapat menggunakan Lisensi, yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptannya dengan persyaratan tertentu. Hak-hak yang tercakup dalam Hak Cipta, antara lain : 1. Hak Eksklusif Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun". Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V). 2. Hak Ekonomi dan Moral Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hakmoral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24-26 Undang-undang Hak Cipta. Perlindungan Hak Cipta di Indonesia Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, arsitektur, peta, seni batik , fotografi, dan sinematografi. Proses Pendaftaran HAKI Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta. Sesuai yang diatur pada UU No. 19 Pasal 35 Ayat 4, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang kini berada di bawah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain: 1. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta 2. tanggal penerimaan surat Permohonan 3. tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37, dan 4. nomor pendaftaran Ciptaan. UU No. 36 tentang Telekomunimasi Asas dan Tujuan Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, ekmitraan, etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dan telekomunikasi diselenggarakan dengan tujaun untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa. Penyelenggaraan Menurut UU No. 36 Pasal 7 penyelenggaraan telekomunikasi meliputi: 1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi 2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan, yaitu: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 2) Badan Usaha Mili Daerah (BUMD) 3) Badan usaha swasta 4) Koperasi 3. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan Negara, dan keperluan penyiaran. Dimana hal ini dapat dilakukan oleh: • Perseorangan • Instansi pemerintah • Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi. Penyelenggaraannya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Melindungi kepentingan dan keamanan Negara 2. Mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global 3. Dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan 4. Peran serta masyarakat. Penyidikan Berdasarkan UU No. 36 Pasal 44 Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai penyidik di bidang telekomunikasi berwenang: 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi. 2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi 3. Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku. 4. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka 5. Melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi 6. Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi 7. Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi 8. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi, dan 9. Mengadakan penghentian penyidikan.

 Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar