Ads 468x60px

Kamis, 18 November 2010

Berkawan dengna Anak Jalanan


Melihat, mendengar dan membaca dari pemberitaan media bahwa masalah yang dihadapi anak jalanan sangat kompleks dan rumit. Dari latar belakang mereka ke jalan, situasi yang penuh ancaman kehidupan jalanan, serta berbagai bentuk depresi sosial ekonomi, kultural dan psikologis. Semua itu saling terkait membangun pola perilaku dan kematangan emosi bagi anak- anak. Masyarakat umumnya melihat anak jalanan adalah stigma sosial yang sudah menempatkan mereka pada posisi yang tersudut. Bagi anak jalanan disamping ia menerima sederet karakter yang diberikan masyarakat juga tidak bisa melepaskan diri dari statusnya sebagai anak jalanan.
Abstraksi ini tidak akan mengupas secara teoritis keberadaan anak jalanan, berawal dari cerita tentang pergaulan dengan anak-anak jalanan, terlalu jauh kalau diberi label penanganan terhadap anak jalanan jadi dinamakan berkawan dengan anak jalanan.
Sebagai langkah permulaan untuk berkawan lebih dekat dengan mereka adalah menjalin persahabatan dan pertemanan sebagaimana umumnya terjadi. Hal yang wajar bila kemudian dalam perkawanan, masing- masing terlibat dalam perbincangan diseputar kehidupan mereka, latar belakang mereka, dan perisiwa-peristiwa yang mereka alami. Pada umumnya mereka berangkat dari ketidak harmonisan dalam keluarga, percekcokan orangtua, salah satu dari orangtua meninggal sehingga harus menikah lagi, perceraian, situasi kemiskinan, anak kesulitan menyesuaikan diri. Juga karena pergaulan dengan anak jalanan yang akhirnya membawa mereka ke kehidupan jalanan.
Kisah ini merupakan realita yang sering kita liat sendiri di berbagai jalanan di kota-kota besar di Indonesia. Yang seharusnya anak-anak itu belajar dan bermain, mereka malah turun kejalan untuk mencari makan. Fenomena anak jalanan di Indonesia ini memang sangat sulit , hidup untuk menjadi anak jalanan itu memeng bukan pilihan yang menyenangkan. Mereka seperti itu karena masa depan yang tidak jelas, dan keberadaan mereka itu menjadi masalah untuk beberapa pihak seperti keluarga, masyarakat bahkan Negara. Merespon permasalahan tersebut diatas, bukanlah kerja mudah yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Karena bukan saja melibatkan anak jalanan sendiri tetapi melibatkan keterbukaan masyarakat pada umumnya. Biasanya ketika mendengar kata "anak jalanan" masyarakat pada umumnya sudah membawa seperangkat asumsi yang negatif dengan mereka. Sehingga untuk membuka rumah terbuka sebagai tempat singgah bagi anak jalanan harus berhadapan dengan sejumlah alasan untuk menolak kehadiran mereka di tengah-tengah komunitas.
Jalanan juga sarat dengan segudang kekerasan. garukan dari pihak keamanan dengan alasan stabilitas ataupun kebersihan kota ternyata tidak menyelesaikan. Tipuan-tipuan yang mengatas namakan pihak keamanan memaksa mereka menerima pukulan-pukulan atau penganiayaan. Dan mencoba membangun, memberi makna perkawanan, persahabatan dengan anak jalanan dalam rangka membuka katub-katub yang selama ini tersumbat.
Kekerasan lainnya adalah kekerasan dan eksploitasi seksual. Hampir seluruh anak jalanan perempuan pernah mengalami pelecehan seksual terlebih bagi anak yang tinggal di jalanan. Kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh anak jalanan hingga terungkap ke publik diyakini hanyalah sebagian kecil saja dari kasus-kasus kekerasan yang sering terjadi di dalam kehidupan anak-anak jalanan. Oleh karena itu, tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan fisik, mental dan sosial bahkan nyawa mereka.
Menghapus stigmatisasi di atas menjadi sangat penting. Patut disadari bahwa anak-anak jalanan adalah korban baik sebagai korban di dalam keluarga, komunitas jalanan, dan korban pembangunan.
pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal kesehatan dasar dan kesejahteraan budaya pendidikan, rekreasi dan perlindungan khusus.
Semua itu samgat memperihatinkan kita semua, karena idealnya dari masalah anak jalanan, atau setidak-tidaknya jumlah anak jalanan tergolong rendah. Selama ini, penanganan anak jalanan melalui panti-panti asuhan dan rumah singgah dinilai tidak efektif. Hal ini antara lain terlihat dari “pola asuh” yang cenderung konsumtif, tidak produktif karena yang ditangani adalah anak-anak, sementara keluarga mereka tidak diberdaya.
Semoga masalah ini dapat cepat diselsaikan. Dan anak-anak jalanan dapat kembali kedalam keadaan yang baik seperti semula.
Terimakasih .